skip to main |
skip to sidebar
Hijrah adalah meninggalkan sesuatu atau mengambil jarak yang lama menuju sesuatu yang baru. Orang yang melakukan hijrah disebut dengan muhajir yaitu orang yang pindah dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu yang lain. Perpindahan tersebut seringkali menentukan perkembangan berikutnya bagi orang yang berhijrah misalnya memberikan inspirasi dan dorongan yang kuat untuk bekerja keras.
Dalam hubungan ini, hijrah berarti berkorban karena Allah SWT, yaitu memutuskan hubungan dengan yang paling dekat dan dicintai demi tegaknya kebenaran dengan jalan berpindah dari kampung halaman ke negeri lain. Hijrah seperti ini telah menjadi pusaka para rasul sebelum Rasulullah dan terbukti telah menjadi babak pendahuluan bagi kebangkitan perjuangan. Umar Bin Khattab, Khalifah kedua yang mempunyai gagasan menjadikan hijrah sebagai pertanda perubahan tahun. Pengadopsian peristiwa hijrah sebagai permulaan kalender Islam merupakan ide yang genius. Khalifah Umar tidak memilih kelahiran Rosululloh sebagai pertanda permulaan tahun karena Islam merupakan agama yang tidak bertumpu pada otoritas personal tetapi lebih bertumpu pada ide, gagasan dan gerakannya. Jika tahun hijrah dikaitkan dengan kelahiran maka melahirkan sikap kultus kepada pribadi. Pikiran Khalifah Umar yang kemudian disepakati oleh para sahabat tersebut merupakan indikasi bahwa betatapun pentingnya kedudukan Rasululloh sebagai pribadi tetapi yang lebih penting lagi adalah ajaran, ide, gagasan dan gerakannya. Tentu, tujuan hijrah Rosulullah adalah ingin merubah keyakinan, tata nilai, pandangan dunia serta menghadapi tantangan yang luar biasa dari tradisi dan budaya dari masyarakat yang menekan untuk tidak beranjak meninggalkan apa yang selama ini terjadi dan diikuti oleh masyarakatnya. Terdapat kelompok yang pro status quo sehingga Rosululloh menciptakan kekuatan perubahan yang pada akhirnya merubah seluruh tatanan budaya dan tradisi sosial masyarakatnya.
Sebenarnya hijrah tidak semata-mata berubah tetapi harus mempunyai visi yang jelas. Jika kita tidak memegang visi dasar tersebut maka yang terjadi hanyalah hura-hura dan perubahan hanya terjadi pada permukaan saja tetapi tidak pada intinya. Oleh karena itu banyak orang yang ingin kembali ke masa lalu (romantisme) karena orang-orang yang terlibat kedalam perubahan itu visinya tidak jelas. Hal ini sangat penting untuk bahan refleksi bahwa hijrah bukan saja berubah tetapi terdapat visi yang jelas yang harus mengacu kepada nilai yang paling dasar yaitu perubahan spiritual, mental dan sosial. Islam mendefinisikan dirinya kedalam tiga tahap yaitu al-tashdiq bi al-qolbi (keyakinan dengan hati), iqror bi al-lisan (ikrar dalam mulut), dan amalun bi al-arkan (membuktikan dalam kehidupan nyata). Dari hijrah Rosululloh bukan hanya hijrah spiritulitas dan mentalnya yang penting karena hal itu sudah terjadi diMakah tetapi yang sangat monumental adalah justru perubahan itu menjadi terimplementasi didalam kenyataan hidup sehari-hari yaitu dalam tatanan masyarakat. Oleh karenanya, jika kita ingin melakukan perubahan dalam konteks berbangsa dan bernegara sekarang ini maka juga harus mencakup tiga lapis visi dasarnya yaitu spiritual, mental dan sosial. Hal ini merupakan perubahan yang luar biasa dan tidak gampang dilakukan. Mentalitas orang yang beriman kepada Allah seharusnya memiliki mentalitas yang kritis dan independen sehingga tidak menjadi budak bagi orang lain dan sistem struktur masyarakatnya.
Senin, 05 Desember 2011
Memaknai Hijrah Nabi Muhammad SAW
Hijrah adalah meninggalkan sesuatu atau mengambil jarak yang lama menuju sesuatu yang baru. Orang yang melakukan hijrah disebut dengan muhajir yaitu orang yang pindah dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu yang lain. Perpindahan tersebut seringkali menentukan perkembangan berikutnya bagi orang yang berhijrah misalnya memberikan inspirasi dan dorongan yang kuat untuk bekerja keras.
Dalam hubungan ini, hijrah berarti berkorban karena Allah SWT, yaitu memutuskan hubungan dengan yang paling dekat dan dicintai demi tegaknya kebenaran dengan jalan berpindah dari kampung halaman ke negeri lain. Hijrah seperti ini telah menjadi pusaka para rasul sebelum Rasulullah dan terbukti telah menjadi babak pendahuluan bagi kebangkitan perjuangan. Umar Bin Khattab, Khalifah kedua yang mempunyai gagasan menjadikan hijrah sebagai pertanda perubahan tahun. Pengadopsian peristiwa hijrah sebagai permulaan kalender Islam merupakan ide yang genius. Khalifah Umar tidak memilih kelahiran Rosululloh sebagai pertanda permulaan tahun karena Islam merupakan agama yang tidak bertumpu pada otoritas personal tetapi lebih bertumpu pada ide, gagasan dan gerakannya. Jika tahun hijrah dikaitkan dengan kelahiran maka melahirkan sikap kultus kepada pribadi. Pikiran Khalifah Umar yang kemudian disepakati oleh para sahabat tersebut merupakan indikasi bahwa betatapun pentingnya kedudukan Rasululloh sebagai pribadi tetapi yang lebih penting lagi adalah ajaran, ide, gagasan dan gerakannya. Tentu, tujuan hijrah Rosulullah adalah ingin merubah keyakinan, tata nilai, pandangan dunia serta menghadapi tantangan yang luar biasa dari tradisi dan budaya dari masyarakat yang menekan untuk tidak beranjak meninggalkan apa yang selama ini terjadi dan diikuti oleh masyarakatnya. Terdapat kelompok yang pro status quo sehingga Rosululloh menciptakan kekuatan perubahan yang pada akhirnya merubah seluruh tatanan budaya dan tradisi sosial masyarakatnya.
Sebenarnya hijrah tidak semata-mata berubah tetapi harus mempunyai visi yang jelas. Jika kita tidak memegang visi dasar tersebut maka yang terjadi hanyalah hura-hura dan perubahan hanya terjadi pada permukaan saja tetapi tidak pada intinya. Oleh karena itu banyak orang yang ingin kembali ke masa lalu (romantisme) karena orang-orang yang terlibat kedalam perubahan itu visinya tidak jelas. Hal ini sangat penting untuk bahan refleksi bahwa hijrah bukan saja berubah tetapi terdapat visi yang jelas yang harus mengacu kepada nilai yang paling dasar yaitu perubahan spiritual, mental dan sosial. Islam mendefinisikan dirinya kedalam tiga tahap yaitu al-tashdiq bi al-qolbi (keyakinan dengan hati), iqror bi al-lisan (ikrar dalam mulut), dan amalun bi al-arkan (membuktikan dalam kehidupan nyata). Dari hijrah Rosululloh bukan hanya hijrah spiritulitas dan mentalnya yang penting karena hal itu sudah terjadi diMakah tetapi yang sangat monumental adalah justru perubahan itu menjadi terimplementasi didalam kenyataan hidup sehari-hari yaitu dalam tatanan masyarakat. Oleh karenanya, jika kita ingin melakukan perubahan dalam konteks berbangsa dan bernegara sekarang ini maka juga harus mencakup tiga lapis visi dasarnya yaitu spiritual, mental dan sosial. Hal ini merupakan perubahan yang luar biasa dan tidak gampang dilakukan. Mentalitas orang yang beriman kepada Allah seharusnya memiliki mentalitas yang kritis dan independen sehingga tidak menjadi budak bagi orang lain dan sistem struktur masyarakatnya.
Calendar
!-end>!-my>
Clock
Visitors
Links
Educations
Blog Archive
Diberdayakan oleh Blogger.
1 komentar:
wes posting hanyar
Posting Komentar